Tahukah anda bahwa server adalah mesin yang rakus listrik? Apabila digabungkan, semua datacenter yang ada di dunia ini mengkonsumsi tiga sampai empat persen energi listrik dunia. Kenyataan ini linear dengan jumlah emisi karbon yang dihasilkan, di mana secara tidak langsung sektor teknologi informasi merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbanyak, mengingat besarnya konsumsi listrik mereka. Satu buah server yang melayani kebutuhan hosting medium bahkan menghasilkan emisi yang setara dengan 15 mobil SUV (note: pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar ataupun pembangkit listrik tenaga diesel yang menggunakan bahan bakar minyak sama-sama bermasalah dalam urusan emisi karbon).
Sejumlah pihak berusaha meminimalkan dampak iklim dari emisi karbon yang dihasilkan pembangkit konvensional dengan memanfaatkan sumber-sumber energi alternatif yang bersih dan ramah lingkungan untuk membangkitkan listrik. Dalam contoh kasus di dunia teknologi informasi, salah satu inisiatif unik yang telah dilakukan adalah dengan model pembelian sertifikat Renewable Energy Credit (REC) oleh HostGator, salah satu dari sepuluh perusahaan web hosting terbesar di dunia yang bermarkas di Houston, Texas.
Menurut EPA (Environmental Protection Agency), lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat, REC merepresentasikan hak kekayaan intelektual untuk kualitas lingkungan dan sosial dari sistem pembangkit listrik melalui proses yang terperbarui (misal, pembangkit listrik tenaga angin). Dengan kata lain pembelian sertifikat REC merupakan kredit yang menunjukkan klaim atas manfaat lingkungan dari 1 megawatt/h energi listrik yang dibangkitkan dari sumber yang terperbarui dan ramah lingkungan.
HostGator membeli 4.009 sertifikat REC dari ladang pembangkit listrik tenaga angin (windfarm) di Texas - ini identik dengan pembelian energi listrik sebesar 4.009 MWh untuk melayani kebutuhan listrik bagi server-server shared dan reseller hosting-nya yang meng-host lebih dari 2,5 juta website. Menurut prinsip REC, HostGator tidak memiliki kincir-kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan listrik tersebut, namun berhak mengklaim bahwa dia telah ikut andil dalam upaya "penghijauan energi" alias mendukung proses pembangkitan energi listrik yang ramah lingkungan.
Apakah otoritas lingkungan hidup di Indonesia (Kementrian Lingkungan Hidup) beserta industri dan perusahaan-perusahaan swasta yang karakteristik usahanya membuatnya menjadi konsumen energi listrik dalam jumlah besar dapat mencontoh - atau setidaknya terispirasi oleh - model pelestarian lingkungan seperti ini?
Sejumlah pihak berusaha meminimalkan dampak iklim dari emisi karbon yang dihasilkan pembangkit konvensional dengan memanfaatkan sumber-sumber energi alternatif yang bersih dan ramah lingkungan untuk membangkitkan listrik. Dalam contoh kasus di dunia teknologi informasi, salah satu inisiatif unik yang telah dilakukan adalah dengan model pembelian sertifikat Renewable Energy Credit (REC) oleh HostGator, salah satu dari sepuluh perusahaan web hosting terbesar di dunia yang bermarkas di Houston, Texas.
Menurut EPA (Environmental Protection Agency), lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat, REC merepresentasikan hak kekayaan intelektual untuk kualitas lingkungan dan sosial dari sistem pembangkit listrik melalui proses yang terperbarui (misal, pembangkit listrik tenaga angin). Dengan kata lain pembelian sertifikat REC merupakan kredit yang menunjukkan klaim atas manfaat lingkungan dari 1 megawatt/h energi listrik yang dibangkitkan dari sumber yang terperbarui dan ramah lingkungan.
HostGator membeli 4.009 sertifikat REC dari ladang pembangkit listrik tenaga angin (windfarm) di Texas - ini identik dengan pembelian energi listrik sebesar 4.009 MWh untuk melayani kebutuhan listrik bagi server-server shared dan reseller hosting-nya yang meng-host lebih dari 2,5 juta website. Menurut prinsip REC, HostGator tidak memiliki kincir-kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan listrik tersebut, namun berhak mengklaim bahwa dia telah ikut andil dalam upaya "penghijauan energi" alias mendukung proses pembangkitan energi listrik yang ramah lingkungan.
Apakah otoritas lingkungan hidup di Indonesia (Kementrian Lingkungan Hidup) beserta industri dan perusahaan-perusahaan swasta yang karakteristik usahanya membuatnya menjadi konsumen energi listrik dalam jumlah besar dapat mencontoh - atau setidaknya terispirasi oleh - model pelestarian lingkungan seperti ini?
Komentar
Posting Komentar