Film Avatar garapan James Cameron bagai tonggak yang menandai perubahan arah dan trend teknologi perangkat hiburan - bolehlah disebut "revolusi kecil" - melihat masifnya pergeseran trend yang terjadi. Salah satu aspek yang mendapat pengaruhnya adalah penggunaan teknologi tiga dimensi (3D) pada film layar lebar, yang lantas menular ke perangkat televisi rumahan dengan hadirnya HD TV 3D. Per Januari 2010, tidak kurang dari enam produsen utama televisi yang memperkenalkan model TV 3D produksi mereka: Sony, Samsung, Toshiba, Panasonic, LG, dan Vizio. Finalisasi spesifikasi Blu-ray 3D turut pula mendorong penetrasi teknologi 3D pada ranah hiburan rumah tangga ini.
Apa yang membedakan TV 3D dengan 2D?
Sesuai namanya, televisi 3D adalah perangkat televisi yang telah menerapkan teknologi yang mampu menampilkan citra realistik tiga dimensi (3D), meliputi stereoscopic capture, multi-view capture, dan 2D plus depth. TV 3D memberi pemirsa pengalaman menyaksikan siaran televisi, film, games, dan konten-konten video lain dengan efek stereoskopik yang menciptakan kesan tiga dimensi. Pada dua dimensi (2D), aspek yang terlihat hanyalah lebar (width) dan tinggi (height). Pada teknologi 3D terdapat dimensi ketiga yang ditambahkan yakni kedalaman (depth), sehingga pemirsa melihat obyek yang ditampilkan di layar seolah seperti melihat obyek yang benar-benar ada di dunia nyata.
Jauh sebelum maraknya kehadiran televisi yang didesain khusus untuk teknologi 3D, televisi biasa sebetulnya telah mampu menampilkan efek 3D. Sejumlah serial TV populer sempat dibuat dengan teknologi anaglyphic 3D yang menyerupai pembuatan film 3D layar lebar. Trend ini sempat marak di tahun 90-an. Anda tentu masih ingat ketika RCTI yang saat itu masih seumur jagung menayangkan sejumlah programnya dalam versi ujicoba 3D. Orang berbondong-bondong membeli kacamata 3D untuk memuaskan rasa penasaran mereka pada tayangan yang hanya terlihat kelebihannya saat menggunakan kacamata khusus tersebut.
Bagaimana tayangan 3D dibuat?
Teknologi 3D pada dasarnya meniru prinsip kerja kedua mata kita. Ketika kita menatap suatu obyek, misalnya sebatang pohon di depan kita, mata kanan dan mata kiri sebetulnya melihat pohon tersebut dengan sedikit berbeda. Perbedaan kecil itu disebabkan oleh jarak antar mata (sekitar 5 cm) yang membuat sudut penglihatan keduanya menjadi tidak sama. Oleh otak kita, kedua citra hasil penglihatan mata kanan dan mata kiri dikombinasikan sehingga akan menghasilkan satu citra tunggal dalam bentuk tiga dimensi.
Menggunakan prinsip kerja yang sama, TV 3D atau film layar lebar yang menampilkan efek tiga dimensi sebetulnya menampilkan dua image berbeda untuk adegan yang sama secara simultan: satu ditujukan buat mata kiri pemirsa, satu buat mata kanannya (pengambilan gambar dilakukan dengan kamera khusus yang memiliki dua lensa sejajar - menyerupai mata manusia). Kedua image tersebut ditimpakan ke layar yang sama. Untuk mengurai kedua image buat menciptakan efek 3D, pemirsa harus menggunakan kacamata khusus yang populer dengan istilah kacamata tiga dimensi. Tanpa menggunakan kacamata 3D tersebut, yang akan kita lihat hanyalah tampilan gambar yang berbayang - hasil dari dua gambar yang saling bertumpuk. Proses visual untuk menciptakan tayangan dengan efek 3D itu disebut stereopsis.
Perkembangan teknik melahirkan sejumlah metode yang berbeda untuk menghasilkan tayangan 3D. Beberapa diantaranya adalah:
1. Anaglyphic 3D (menggunakan passive red-cyan lenses)
2. Polarization 3D (menggunakan passive polarized lenses)
3. Alternate-frame sequencing (menggunakan active shutter lenses - digunakan oleh teknologi HD TV 3D saat ini), dan
4. Autostereoscopic displays (tidak membutuhkan lensa khusus). Autostereoscopic secara komersial dikenal sebagai teknologi Auto 3D yang tidak memerlukan kacamata khusus untuk melihat efek 3D yang ditampilkan.
Apa beda teknologi TV 3D terbaru dengan teknologi 3D lama?
Teknologi 3D jadul analgyph 3D (seperti yang digunakan oleh RCTI pada tahun 90-an itu) menggunakan kacamata 3D dengan lensa berwarna merah dan cyan untuk menggabungkan dua gambar yang berbeda, yang hasilnya adalah tayangan 3D berwarna namun memiliki resolusi lebih rendah dari teknik terbaru.
TV 3D modern mampu mengakomodasi tayangan tiga dimensi yang superbening dengan resolusi tinggi - full 1080p HD - menggunakan standar baru Blu-ray 3D, atau hanya separo dari resolusi tersebut jika menggunakan DirectTV system. Teknologi yang digunakan HD TV 3D saat ini adalah Alternate-frame sequencing.
Untuk menyaksikan tayangan dari TV 3D, dibutuhkan kacamata khusus yakni active liquid crystal shutter glasses. Sesuai namanya, kacamata tersebut bekerja dengan memblok pandangan mata kita secara bergantian antara mata kanan-kiri-kanan-kiri .. dan seterusnya secara sekuensial. Kita tidak akan merasakannya, karena proses tersebut dilakukan pada kecepatan tinggi - 120 kali per detik. Hasilnya adalah efek tayangan 3D beresolusi tinggi yang prima. Kacamata khusus tersebut menggunakan bahan kristal cair, dilengkapi baterai, dan disinkronisasi dengan televisi 3D menggunakan sinyal infra merah atau bluetooth.
Dapatkah tayangan dua dimensi diubah menjadi tiga dimensi menggunakan TV 3D?
Tergantung TV yang digunakan. Beberapa model TV 3D dari Sony, Toshiba, dan Samsung menyertakan fitur konversi tayangan 2D ke 3D. Namun hasilnya tidak bisa diharapkan setara dengan tayangan 3D murni. Entah jika teknologi konversi tersebut nantinya dikembangkan labih lanjut.
Apakah perangkat televisi anda benar-benar 3D-ready?
Perangkat TV yang mampu menampilkan mode 3D hadir beserta perangkat tambahannya, yakni active LCD shutter glasses alias kacamata 3D khusus dari bahan kristal cair dan dilengkapi sinkronisasi bluetooth. Melalui sinyal bluetooth, TV akan "memberi tahu" kacamata tersebut mata sebelah mana yang boleh melihat image pada layar, mana yang harus ditutup sesaat. Proses buka-tutup yang terjadi sangat cepat hingga 120 kali per detik akan menciptakan efek stereoskopik alias tiga dimensi pada tayangan TV. Konsekuensinya, sebuah TV 3D mesti memiliki kemampuan refresh rate atau bandwidth signal minimal 120 Hz (jauh di atas refresh rate TV biasa yang hanya 60 Hz atau kurang).
Selain urusan bandwidth signal, TV 3D beneran (bukan TV 3D abal-abal yang dipromosikan dengan numpang beken tren 3D) juga telah mensupport koneksi HDMI versi 1.4, yang dikenal sebagai standar baru koneksi "high speed", "HDMI 1.4-certified" atau "3D-ready". HDMI 1.4 yang dirilis pada Juni 2009 telah mendefinisikan sejumlah format transmisi 3D, antaranya format "Frame Packing" (image untuk mata kiri dan kanan ditempatkan ke dalam satu video frame pada kecepatan dua kali bandwidth normal (120 Hz), seperti telah kita bahas di atas).
Perangkat televisi HDTV 3D mesti mampu menampilkan ketiga pilihan resolusi HD (720p50, 720p60, dan 1080p24). Kabel maupun perangkat TV yang telah support HDMI 1.4 alias standar 3D mampu mentransmisikan tayangan 3D pada resolusi penuh 1080p. Sementara HDMI 1.3 belum mampu men-support spesifikasi setinggi itu, sehingga jika dipaksakan, tayangan 3D menggunakan HDMI 1.3 akan ditampilkan pada resolusi yang lebih rendah.
Parade HDTV 3D
Enam perusahaan elektronik terkemuka yang disebutkan di awal tulisan ini tengah bersiap - atau malah sudah - membanjiri pasar 2010 dengan TV 3D produksi mereka masing-masing. Kompetisi dibuka oleh Samsung melalui Samsung UNC7000 series, disusul Panasonic TC-P50V20.
Sony mengeluarkan signature model LX900 Series HDTVs yang, selain full HD 3D, juga membundel fitur-fitur high-end lainnya seperti 200MHz Motionflow Pro technology, built-in Wi-Fi, DLNA connectivity, dan desain yang terinspirasi oleh obyek alien pada film karya Arthur C Clarke, 2001: A Space Odyssey.
LG juga telah mengkonfirmasi kehadiran LE9500 series HDTVs 3D-nya yang mendukung baik Passive maupun Active Shutter systems dengan setting yang berbeda.
Toshiba's ZX900 Series HDTV 3D (plasma) memanfaatkan kekuatan multi-core Cell processor, varian dari prosesor yang digunakan oleh PlayStation 3, yang mampu untuk menjalankan kekuatan pemrosesan luar biasa yang menghasilkan gambar berkualitas ultra prima dan bahkan sanggup merekam delapan video streaming sekaligus (bayangkan memutar dan sekaligus merekam 8 HD video dari YouTube dalam satu waktu ..).
Namun Rekor TV 3D terbesar dalam hal ukuran layar sejauh ini dipegang oleh Panasonic, yang pada 9 Juni 2010 kemarin mengeluarkan model dengan ukuran display diagonal 152-inci (3,8 meter), dipasarkan di Jepang dengan bandrol harga 50 juta Yen.
Apa yang membedakan TV 3D dengan 2D?
Sesuai namanya, televisi 3D adalah perangkat televisi yang telah menerapkan teknologi yang mampu menampilkan citra realistik tiga dimensi (3D), meliputi stereoscopic capture, multi-view capture, dan 2D plus depth. TV 3D memberi pemirsa pengalaman menyaksikan siaran televisi, film, games, dan konten-konten video lain dengan efek stereoskopik yang menciptakan kesan tiga dimensi. Pada dua dimensi (2D), aspek yang terlihat hanyalah lebar (width) dan tinggi (height). Pada teknologi 3D terdapat dimensi ketiga yang ditambahkan yakni kedalaman (depth), sehingga pemirsa melihat obyek yang ditampilkan di layar seolah seperti melihat obyek yang benar-benar ada di dunia nyata.
Jauh sebelum maraknya kehadiran televisi yang didesain khusus untuk teknologi 3D, televisi biasa sebetulnya telah mampu menampilkan efek 3D. Sejumlah serial TV populer sempat dibuat dengan teknologi anaglyphic 3D yang menyerupai pembuatan film 3D layar lebar. Trend ini sempat marak di tahun 90-an. Anda tentu masih ingat ketika RCTI yang saat itu masih seumur jagung menayangkan sejumlah programnya dalam versi ujicoba 3D. Orang berbondong-bondong membeli kacamata 3D untuk memuaskan rasa penasaran mereka pada tayangan yang hanya terlihat kelebihannya saat menggunakan kacamata khusus tersebut.
Bagaimana tayangan 3D dibuat?
Teknologi 3D pada dasarnya meniru prinsip kerja kedua mata kita. Ketika kita menatap suatu obyek, misalnya sebatang pohon di depan kita, mata kanan dan mata kiri sebetulnya melihat pohon tersebut dengan sedikit berbeda. Perbedaan kecil itu disebabkan oleh jarak antar mata (sekitar 5 cm) yang membuat sudut penglihatan keduanya menjadi tidak sama. Oleh otak kita, kedua citra hasil penglihatan mata kanan dan mata kiri dikombinasikan sehingga akan menghasilkan satu citra tunggal dalam bentuk tiga dimensi.
Menggunakan prinsip kerja yang sama, TV 3D atau film layar lebar yang menampilkan efek tiga dimensi sebetulnya menampilkan dua image berbeda untuk adegan yang sama secara simultan: satu ditujukan buat mata kiri pemirsa, satu buat mata kanannya (pengambilan gambar dilakukan dengan kamera khusus yang memiliki dua lensa sejajar - menyerupai mata manusia). Kedua image tersebut ditimpakan ke layar yang sama. Untuk mengurai kedua image buat menciptakan efek 3D, pemirsa harus menggunakan kacamata khusus yang populer dengan istilah kacamata tiga dimensi. Tanpa menggunakan kacamata 3D tersebut, yang akan kita lihat hanyalah tampilan gambar yang berbayang - hasil dari dua gambar yang saling bertumpuk. Proses visual untuk menciptakan tayangan dengan efek 3D itu disebut stereopsis.
Perkembangan teknik melahirkan sejumlah metode yang berbeda untuk menghasilkan tayangan 3D. Beberapa diantaranya adalah:
1. Anaglyphic 3D (menggunakan passive red-cyan lenses)
2. Polarization 3D (menggunakan passive polarized lenses)
3. Alternate-frame sequencing (menggunakan active shutter lenses - digunakan oleh teknologi HD TV 3D saat ini), dan
4. Autostereoscopic displays (tidak membutuhkan lensa khusus). Autostereoscopic secara komersial dikenal sebagai teknologi Auto 3D yang tidak memerlukan kacamata khusus untuk melihat efek 3D yang ditampilkan.
Apa beda teknologi TV 3D terbaru dengan teknologi 3D lama?
Teknologi 3D jadul analgyph 3D (seperti yang digunakan oleh RCTI pada tahun 90-an itu) menggunakan kacamata 3D dengan lensa berwarna merah dan cyan untuk menggabungkan dua gambar yang berbeda, yang hasilnya adalah tayangan 3D berwarna namun memiliki resolusi lebih rendah dari teknik terbaru.
TV 3D modern mampu mengakomodasi tayangan tiga dimensi yang superbening dengan resolusi tinggi - full 1080p HD - menggunakan standar baru Blu-ray 3D, atau hanya separo dari resolusi tersebut jika menggunakan DirectTV system. Teknologi yang digunakan HD TV 3D saat ini adalah Alternate-frame sequencing.
Untuk menyaksikan tayangan dari TV 3D, dibutuhkan kacamata khusus yakni active liquid crystal shutter glasses. Sesuai namanya, kacamata tersebut bekerja dengan memblok pandangan mata kita secara bergantian antara mata kanan-kiri-kanan-kiri .. dan seterusnya secara sekuensial. Kita tidak akan merasakannya, karena proses tersebut dilakukan pada kecepatan tinggi - 120 kali per detik. Hasilnya adalah efek tayangan 3D beresolusi tinggi yang prima. Kacamata khusus tersebut menggunakan bahan kristal cair, dilengkapi baterai, dan disinkronisasi dengan televisi 3D menggunakan sinyal infra merah atau bluetooth.
Dapatkah tayangan dua dimensi diubah menjadi tiga dimensi menggunakan TV 3D?
Tergantung TV yang digunakan. Beberapa model TV 3D dari Sony, Toshiba, dan Samsung menyertakan fitur konversi tayangan 2D ke 3D. Namun hasilnya tidak bisa diharapkan setara dengan tayangan 3D murni. Entah jika teknologi konversi tersebut nantinya dikembangkan labih lanjut.
Apakah perangkat televisi anda benar-benar 3D-ready?
Perangkat TV yang mampu menampilkan mode 3D hadir beserta perangkat tambahannya, yakni active LCD shutter glasses alias kacamata 3D khusus dari bahan kristal cair dan dilengkapi sinkronisasi bluetooth. Melalui sinyal bluetooth, TV akan "memberi tahu" kacamata tersebut mata sebelah mana yang boleh melihat image pada layar, mana yang harus ditutup sesaat. Proses buka-tutup yang terjadi sangat cepat hingga 120 kali per detik akan menciptakan efek stereoskopik alias tiga dimensi pada tayangan TV. Konsekuensinya, sebuah TV 3D mesti memiliki kemampuan refresh rate atau bandwidth signal minimal 120 Hz (jauh di atas refresh rate TV biasa yang hanya 60 Hz atau kurang).
Selain urusan bandwidth signal, TV 3D beneran (bukan TV 3D abal-abal yang dipromosikan dengan numpang beken tren 3D) juga telah mensupport koneksi HDMI versi 1.4, yang dikenal sebagai standar baru koneksi "high speed", "HDMI 1.4-certified" atau "3D-ready". HDMI 1.4 yang dirilis pada Juni 2009 telah mendefinisikan sejumlah format transmisi 3D, antaranya format "Frame Packing" (image untuk mata kiri dan kanan ditempatkan ke dalam satu video frame pada kecepatan dua kali bandwidth normal (120 Hz), seperti telah kita bahas di atas).
Perangkat televisi HDTV 3D mesti mampu menampilkan ketiga pilihan resolusi HD (720p50, 720p60, dan 1080p24). Kabel maupun perangkat TV yang telah support HDMI 1.4 alias standar 3D mampu mentransmisikan tayangan 3D pada resolusi penuh 1080p. Sementara HDMI 1.3 belum mampu men-support spesifikasi setinggi itu, sehingga jika dipaksakan, tayangan 3D menggunakan HDMI 1.3 akan ditampilkan pada resolusi yang lebih rendah.
Parade HDTV 3D
Enam perusahaan elektronik terkemuka yang disebutkan di awal tulisan ini tengah bersiap - atau malah sudah - membanjiri pasar 2010 dengan TV 3D produksi mereka masing-masing. Kompetisi dibuka oleh Samsung melalui Samsung UNC7000 series, disusul Panasonic TC-P50V20.
Sony mengeluarkan signature model LX900 Series HDTVs yang, selain full HD 3D, juga membundel fitur-fitur high-end lainnya seperti 200MHz Motionflow Pro technology, built-in Wi-Fi, DLNA connectivity, dan desain yang terinspirasi oleh obyek alien pada film karya Arthur C Clarke, 2001: A Space Odyssey.
LG juga telah mengkonfirmasi kehadiran LE9500 series HDTVs 3D-nya yang mendukung baik Passive maupun Active Shutter systems dengan setting yang berbeda.
Toshiba's ZX900 Series HDTV 3D (plasma) memanfaatkan kekuatan multi-core Cell processor, varian dari prosesor yang digunakan oleh PlayStation 3, yang mampu untuk menjalankan kekuatan pemrosesan luar biasa yang menghasilkan gambar berkualitas ultra prima dan bahkan sanggup merekam delapan video streaming sekaligus (bayangkan memutar dan sekaligus merekam 8 HD video dari YouTube dalam satu waktu ..).
Namun Rekor TV 3D terbesar dalam hal ukuran layar sejauh ini dipegang oleh Panasonic, yang pada 9 Juni 2010 kemarin mengeluarkan model dengan ukuran display diagonal 152-inci (3,8 meter), dipasarkan di Jepang dengan bandrol harga 50 juta Yen.
Komentar
Posting Komentar