Glowsticking alias dance menggunakan glow sticks atau light sticks adalah fenomena kultural tersendiri di kalangan komunitas penggemar electronic dance music, khususnya Rave. Glow sticks menjadi instrumen tak terpisahkan untuk poi/glowstringing, freehand, atau menciptakan light painting yang impresif.
Fungsi glow sticks pada awalnya adalah untuk keperluan militer, camper, pendakian, penyelaman malam hari (night diving), dan alat penerangan pada situasi darurat - misalnya bencana alam - ketika instalasi listrik tidak berfungsi. Glow sticks sebagai sumber cahaya memiliki keunggulan antara lain mudah digunakan, tahan air, tahan tekanan tinggi, dan tidak membutuhkan listrik.
Jimmy Trainer, seorang pemilik toko glow sticks untuk keperluan pendakian, adalah orang pertama yang menjadikan glow sticks sebagai aksesori rave party. Mengingat permintaan pasar yang tinggi, glow stick untuk aksesori pesta, disko, dan konser musik lantas dikembangkan secara khusus menjadi lebih fashionable dan variatif.
Salah satu model yang populer saat ini adalah glow sticks 6 inci (sekitar 18 cm) yang mampu menyala terang selama 12 jam, dengan total waktu pendar hingga 36 jam. Selain model tersebut, banyak variasi model dan ukuran lain, misalnya light saber 30 inci ala ksatria Jedi di film Star Wars, kacamata pendar, hingga TQ Raver alias T-Shirt dengan motif sablon pada bagian dada bergambar sound equalizer yang berpendar mengikuti beat musik yang dimainkan.
Penggunaan glow sticks sebagai aksesori pesta bukannya tidak memancing kritik. DEA (Drug Enforcement Administration) alias BNN-nya Amerika Serikat mengklasifikasikan glow sticks sebagai drug paraphernalia dan pada tahun 2001 pernah berusaha melarang penggunaan glow sticks untuk instrumen hiburan. Anggapan ini dipicu oleh ulah sebagian raver yang menyobek lalu menghirup larutan fenol pada glow sticks untuk memperoleh efek layaknya obat penenang. Namun DEA gagal menggolkan aturan pelarangan tersebut.
Raver lain juga melakukan praktek yang tidak seharusnya dilakukan, misalnya membuat tubuh mereka tampak menyala dengan membalurkan campuran kimia antara hidrogen peroksida dan fenol yang berpendar dari glow sticks yang telah dibuka langsung ke kulit mereka. Praktek tersebut - walau secara umum tidak menimbulkan masalah - berisiko menimbulkan iritasi apabila bahan kimia tersebut kontak dengan membran tipis pada tubuh, misalnya bagian dalam hidung atau terkena mata.
Karena itu disarankan menggunakan glow sticks hanya sebagai instrumen dance saja, bukan untuk penggunaan lain yang menimbulkan risiko kesehatan maupun memicu tuduhan yang bukan-bukan oleh pihak berwenang.
Fungsi glow sticks pada awalnya adalah untuk keperluan militer, camper, pendakian, penyelaman malam hari (night diving), dan alat penerangan pada situasi darurat - misalnya bencana alam - ketika instalasi listrik tidak berfungsi. Glow sticks sebagai sumber cahaya memiliki keunggulan antara lain mudah digunakan, tahan air, tahan tekanan tinggi, dan tidak membutuhkan listrik.
Jimmy Trainer, seorang pemilik toko glow sticks untuk keperluan pendakian, adalah orang pertama yang menjadikan glow sticks sebagai aksesori rave party. Mengingat permintaan pasar yang tinggi, glow stick untuk aksesori pesta, disko, dan konser musik lantas dikembangkan secara khusus menjadi lebih fashionable dan variatif.
Salah satu model yang populer saat ini adalah glow sticks 6 inci (sekitar 18 cm) yang mampu menyala terang selama 12 jam, dengan total waktu pendar hingga 36 jam. Selain model tersebut, banyak variasi model dan ukuran lain, misalnya light saber 30 inci ala ksatria Jedi di film Star Wars, kacamata pendar, hingga TQ Raver alias T-Shirt dengan motif sablon pada bagian dada bergambar sound equalizer yang berpendar mengikuti beat musik yang dimainkan.
Penggunaan glow sticks sebagai aksesori pesta bukannya tidak memancing kritik. DEA (Drug Enforcement Administration) alias BNN-nya Amerika Serikat mengklasifikasikan glow sticks sebagai drug paraphernalia dan pada tahun 2001 pernah berusaha melarang penggunaan glow sticks untuk instrumen hiburan. Anggapan ini dipicu oleh ulah sebagian raver yang menyobek lalu menghirup larutan fenol pada glow sticks untuk memperoleh efek layaknya obat penenang. Namun DEA gagal menggolkan aturan pelarangan tersebut.
Raver lain juga melakukan praktek yang tidak seharusnya dilakukan, misalnya membuat tubuh mereka tampak menyala dengan membalurkan campuran kimia antara hidrogen peroksida dan fenol yang berpendar dari glow sticks yang telah dibuka langsung ke kulit mereka. Praktek tersebut - walau secara umum tidak menimbulkan masalah - berisiko menimbulkan iritasi apabila bahan kimia tersebut kontak dengan membran tipis pada tubuh, misalnya bagian dalam hidung atau terkena mata.
Karena itu disarankan menggunakan glow sticks hanya sebagai instrumen dance saja, bukan untuk penggunaan lain yang menimbulkan risiko kesehatan maupun memicu tuduhan yang bukan-bukan oleh pihak berwenang.
Komentar
Posting Komentar