Umat manusia menjadi kolonialis lintas planet demi menuruti dahaganya yang tak terpuaskan pada mineral dan sumberdaya. Ketika sumberdaya di planetnya sendiri habis, mereka rela mengarungi antariksa sejauh beberapa tahun cahaya demi mencari planet yang menyimpan mineral yang mereka butuhkan untuk menunjang gaya hidupnya, serta tega merampas tanah, merusak lingkungan dan tata kehidupan kaum pribumi (native).
Demikianlah gambaran fiksional yang diciptakan oleh sutradara James Cameron mengenai manusia masa depan melalui film mega kolosal Avatar (2009). Di film tersebut karakter manusia digambarkan dalam dua sisi. Karakter antagonis di film tersebut adalah kaum kolonialis ras manusia yang datang dari bumi untuk menambang mineral fiktif Unobtanium di Planet Pandora. Sementara karakter protagonis diwakili oleh Jack Sully dan beberapa sohibnya yang awalnya merupakan bagian dari kaum antagonis, namun berubah haluan dan menjadi pembela gigih kaum Na'vi - spesies humanoid warga pribumi Pandora - setelah memahami dan berempati atas nasib mereka yang terusir dari tanahnya sendiri.
Sesuai dengan cerita yang mengambil latar kegiatan penambangan mineral Unobtanium, para villain alias karakter musuh adalah orang-orang yang bekerja di perusahaan pertambangan lintas planet RDA, beserta pasukan pengamanan bersenjata yang penampilannya sepintas mengingatkan kita pada serdadu-serdadu SEAL (marinir Amerika Serikat).
Penggambaran karakter eksekutif pertambangan RDA di film Avatar (diperankan Giovanni Ribisi) yang egois, serakah, serta menampilkan tipikal teknokrat murni yang hanya tertarik pada hal-hal yang bersifat teknis murni dan keuntungan materi namun mengabaikan faktor sosial-budaya setempat barangkali membuat eksekutif pertambangan beneran di dunia nyata sedikit tertohok.
Cameron mengambil sudut pandang environmentalist yang cenderung bersikap sengit kepada perusahaan pertambangan yang dianggap merusak lingkungan. Mengingat kepopuleran Avatar, efek berupa reputasi buruk barangkali mulai dikhawatirkan para eksekutif perusahaan pertambangan multinasional. Sebuah artikel di forum network54.com, Mining Execs don't dig their portrayal in Avatar, menyitir tanggapan beberapa Chief Executive Officer (CEO) yang membela diri sembari coba menetralisir penggambaran negatif tersebut.
Charles Jeannes, CEO Canada's Goldcorp mengatakan "Saya menggertakkan gigi beberapa kali (merasa kesal) terhadap kelakuan perusahaan pertambangan yang dipertontonkan. Saya suka Avatar di luar ceritanya. Saya suka gambarnya."
Eksekutif lain, Dennis Wheeler (CEO Coeur d'Alene Mines Corp) bersikap lebih santai. Dia tidak menyangkal kelakuan minor sebagian orang pertambangan yang digambarkan di film tersebut. Ketika diberitahu bahwa Avatar menggambarkan perusahaan tambang yang merusak lingkungan dan tidak menghargai keberadaan komunitas lokal, dia cuma tertawa. "Ah, itu sih tidak futuristik", katanya. Namun Wheeler membela diri dengan menegaskan bahwa itu hanyalah persepsi lawas atas industri tambang yang tidak lagi relevan untuk saat ini. Dia mengatakan bahwa perusahaannya menjalin hubungan baik dengan komunitas lokal Alaska untuk menyediakan pekerjaan buat mereka di tambang emas Kensington yang dikelolanya. Kerjasama serupa juga dilakukan di Bolivia dan Meksiko di seputar wilayah penambangan peraknya.
Sementara Richard Adkerson, CEO Freeport-Mc-MoRan Copper & Gold mengambil pendekatan yang diplomatis dan berjarak. "Operasi penambangan kami menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan. Dan kami membelanjakan banyak sumberdaya untuk mengelola dampak tersebut dan mencoba melakukan sesuatu secara benar."
Well, barangkali sekali waktu Mr. Adkerson boleh mengajak Mr. Cameron berjalan-jalan di lokasi pertambangan PT. Freeport di Papua sono, untuk membuktikan apakah Freeport benar-benar memperlakukan lingkungan dan komunitas lokal dengan layak, atau malah tidak beda dengan perilaku eksekutif RDA di Planet Pandora?
Demikianlah gambaran fiksional yang diciptakan oleh sutradara James Cameron mengenai manusia masa depan melalui film mega kolosal Avatar (2009). Di film tersebut karakter manusia digambarkan dalam dua sisi. Karakter antagonis di film tersebut adalah kaum kolonialis ras manusia yang datang dari bumi untuk menambang mineral fiktif Unobtanium di Planet Pandora. Sementara karakter protagonis diwakili oleh Jack Sully dan beberapa sohibnya yang awalnya merupakan bagian dari kaum antagonis, namun berubah haluan dan menjadi pembela gigih kaum Na'vi - spesies humanoid warga pribumi Pandora - setelah memahami dan berempati atas nasib mereka yang terusir dari tanahnya sendiri.
Sesuai dengan cerita yang mengambil latar kegiatan penambangan mineral Unobtanium, para villain alias karakter musuh adalah orang-orang yang bekerja di perusahaan pertambangan lintas planet RDA, beserta pasukan pengamanan bersenjata yang penampilannya sepintas mengingatkan kita pada serdadu-serdadu SEAL (marinir Amerika Serikat).
Penggambaran karakter eksekutif pertambangan RDA di film Avatar (diperankan Giovanni Ribisi) yang egois, serakah, serta menampilkan tipikal teknokrat murni yang hanya tertarik pada hal-hal yang bersifat teknis murni dan keuntungan materi namun mengabaikan faktor sosial-budaya setempat barangkali membuat eksekutif pertambangan beneran di dunia nyata sedikit tertohok.
Cameron mengambil sudut pandang environmentalist yang cenderung bersikap sengit kepada perusahaan pertambangan yang dianggap merusak lingkungan. Mengingat kepopuleran Avatar, efek berupa reputasi buruk barangkali mulai dikhawatirkan para eksekutif perusahaan pertambangan multinasional. Sebuah artikel di forum network54.com, Mining Execs don't dig their portrayal in Avatar, menyitir tanggapan beberapa Chief Executive Officer (CEO) yang membela diri sembari coba menetralisir penggambaran negatif tersebut.
Charles Jeannes, CEO Canada's Goldcorp mengatakan "Saya menggertakkan gigi beberapa kali (merasa kesal) terhadap kelakuan perusahaan pertambangan yang dipertontonkan. Saya suka Avatar di luar ceritanya. Saya suka gambarnya."
Eksekutif lain, Dennis Wheeler (CEO Coeur d'Alene Mines Corp) bersikap lebih santai. Dia tidak menyangkal kelakuan minor sebagian orang pertambangan yang digambarkan di film tersebut. Ketika diberitahu bahwa Avatar menggambarkan perusahaan tambang yang merusak lingkungan dan tidak menghargai keberadaan komunitas lokal, dia cuma tertawa. "Ah, itu sih tidak futuristik", katanya. Namun Wheeler membela diri dengan menegaskan bahwa itu hanyalah persepsi lawas atas industri tambang yang tidak lagi relevan untuk saat ini. Dia mengatakan bahwa perusahaannya menjalin hubungan baik dengan komunitas lokal Alaska untuk menyediakan pekerjaan buat mereka di tambang emas Kensington yang dikelolanya. Kerjasama serupa juga dilakukan di Bolivia dan Meksiko di seputar wilayah penambangan peraknya.
Sementara Richard Adkerson, CEO Freeport-Mc-MoRan Copper & Gold mengambil pendekatan yang diplomatis dan berjarak. "Operasi penambangan kami menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan. Dan kami membelanjakan banyak sumberdaya untuk mengelola dampak tersebut dan mencoba melakukan sesuatu secara benar."
Well, barangkali sekali waktu Mr. Adkerson boleh mengajak Mr. Cameron berjalan-jalan di lokasi pertambangan PT. Freeport di Papua sono, untuk membuktikan apakah Freeport benar-benar memperlakukan lingkungan dan komunitas lokal dengan layak, atau malah tidak beda dengan perilaku eksekutif RDA di Planet Pandora?
Komentar
Posting Komentar